Minggu, 26 April 2015

Review Novel Nyanyian di Bawah Hujan - a Novel by Risma Ridha Anissa

Kebahagiaan itu ada di langit Sicilia..








Sinopsis:

Bagi Ghita, November berarti kering. Dunia seolah mati.
Setudaknya dunia Ghita. Berarti kesedihan dan kehilangan yang kerap terjadi pada bulan November, membuat Ghita amat membenci bulan kesebelas itu.
Demi mencapai mimpi dan memenuhi wasiat sang nenek, Ghita melakukan perjalanan dari Milan ke Sicilia. Bukan perjalanan yang mudah. Dikejar-kejar orang, dicemooh menjadi bumbu dalam perjalanannya ini.
Hingga pertemuannya dengan Lanzo, si pemuda aneh dan misterius ini mengubah segalanya.
Ghita pun berusaha menapaki November kali ini dan meniti jalan mewujudkan mimpinya selama ini. Mimpi menjadi penyanyi opera seperti sang nenek.
Maka, di bawah rinai hujan, Ghita bernyanyi.
Akankah mimpinya bermain dalam opera terwujud? Apakah pada November kali ini ia harus kehilangan cinta (lagi) ?



*********************************************************************************



Kini, aku dihadapkan pada sebuah kenyataan perih yang harus ku alami...
Kau ... menjadi bintang keberuntungan gadis lain yang memang ditakdirkan untukmu.
Dan aku... hanya perlu menunggu bintang yang lebih terang untuk datang menjemputku.
- Githa Allonza



        Menjadi pemeran utama dalam sebuah opera adalah mimpi seorang gadis bernama Ghita Allonza. Lahir dari rahim seorang pemain opera dan tumbuh dalam dekapan sang nenek yang juga merupakan mantan pemain opera, membuat mimpinya semakin kuat. Namun, tentangan dari sang ayah yang kuat, membuat langkahnya menuju mimpi itu penuh dengan rintangan.
        Lewat surat wasiat sang nenek yang selalu berada dalam dekapannya, mimpi itu kian mendesak untuk dikecap. Petualangan pun dimulai. Setelah sebuah rahasia dari teman semasa kecilnya terungkap, ia kemudian nekat untuk mewujudkan mimpinya tersebut. Berlari dari pantauan bodyguard sang ayah yang selalu menghalangi langkahnya, hingga terdampar di sebuah tempat yang pada akhirnya membawanya kepada mimpinya..
         Dalam perjalanan yang penuh dengan kesakitan itu, ia bertemu dengan pemuda bernama Lanzo. Pemuda aneh, dingin dan misterius itu berhasil membuat hatinya bergetar dan membuatnya berani berharap, berani meyakinkan hatinya bahwa November tak selalu membuatnya kehilangan, seperti ia kehilangan ibu dan neneknya.
          Novel ke dua karangan Risma Ridha ini banyak bercerita tentang sebuah pencapaian. Sebuah pencapaian untuk menemukan kebahagiaan. Sebuah pengorbanan dan penderitaan yang penuh dengan rintangan. Aku membaca novel ini seperti ikut hanyut bersama kesedihan Ghita yang selalu bermuara pada bulan kesebelas itu. Mengambil setting di daerah terpencil di Italia yang ku tahu bahwa sangat sedikit informasi tentang daerah tersebut, aku kagum dengan alur yang dibuat seolah-olah hidup. Aku bisa bermain di Sicilia karena novel ini.
          Menurutku, konflik yang ada di dalam novel ini menguras pikiran, aku dibuat menerka-nerka dengan kelanjutan kisah mereka. Pada akhirnya, pikiranku sama sekali berbeda dengan kisah yang tertuang didalamnya. Tidak mudah untuk memanipulasi pikiran pembaca. Namun, sebenarnya aku ingin agar mbak risma tidak mengakhiri kisah ini dengan cepat. Aku ingin kisah Ghita lebih panjang dan berakhir sesuai keinginanku. Hahahaha.. ku rasa niat mbak risma baik. Bahwa, segala sesuatu yang kita harapan tidak akan dengan mudah kita dapatkan, sama seperti keinginanku, kan? :p
          Lalu, akankah Ghita berhasil meraih mimpinya sebagai pemeran utama dalam opera? Akahkah ayahnya luluh terhadap mimpi putri kecilnya itu? dan bagaimanakah sebenarnya perasaan Lanzo, si pemuda aneh yang berhasil merebut hatinya? Semoga bulan november kali ini tak membawa kesedihan untuk Ghita. Selamat Membaca! ^^
         





Penggemar Hujan,



Irma Arnika

Selasa, 21 April 2015

Dilema Kertas yang Tak Bertemu Pena

Selamat malam..
Bulan malam ini sangat indah, namun tetap saja kalah dengan senyummu.
Suara binatang malam mengganggu ketenanganku, namun hanya sementara. Kaulah yang setiap detik mengusik hidupku.
Malam terlalu gelap saat ini, namun lebih gelap sepiku jika tak bertemu denganmu.

Kau mungkin tak tahu, tak mengerti maksudku menulis ini.
Saat raga terpisah #Bukan puluhan, ratusan atau ribuan kilometer, rindu ini selalu saja mendesak butiran-butiran air disudut mataku.
Yah, aku saat ini sedang sakit mata :p

Bila sang rembulan selalu mengharapkan bertemu sang bintang,
Si amplop berharap berdampingan dengan perangko
Aku? ya, kau tahu.. aku berharap kita bertemu.

Selalu ku katakan bahwa kau adalah huruf yang selalu ku susun menjadi kata, kata menjadi kalimat, kalimat menjadi paragraf dan paragraf menjadi sebuah tulisan indah karenamu, ya.. Tulisan yang bercerita seberapa dalam "rasaku".
Namun, jika kau adalah sesuatu yang selalu aku tulis, namun mengapa aku bukanlah sesuatu yang mau kau baca?
Seperti buku yang begitu membosankan walau hanya dengan melirik sampulnya..
Apakah aku seburuk itu? padahal kau belum tentu tahu "isiku" seperti apa.
Kau tak tahu bagaimana tulusnya tulisanku membawamu..
Kau tak tahu seberapa besar harapanku agar bisa bertemu dengan penaku.
Bila aku adalah sebuah kertas, kau adalah pena yang "seharusnya" mau menuliskan cerita bersamaku.
Namun, hingga sekarang aku bahkan masing meraba untuk dapat ditulis olehmu, dan bisa dibaca olehmu.

Minggu, 12 April 2015

Rindu yang Seharusnya Tersampaikan

Selamat Pagi Bli..

Apa kabar? ku harap kau baik-baik saja disana.. semoga mimpimu semalam indah, ya.
Kau tahu? saat aku menulis ini, aku benar-benar merindukanmu! Ya, aku tahu dan aku sadar bahwa setiap detik dalam hidupku selalu saja merindukanmu.
Aku merindukan senyum, tawa dan parasmu itu. Kau mampu menenangkanku hanya dengan tatapan hangatmu, bli.

Mungkin ketika rindu ini datang, kau tak pernah merasakannya.
Kau mungkin disana juga sedang merindukan seseorang, namun sayangnya orang itu bukanlah diriku.
Seandainya kau juga menyimpan perasaan rindu yang sama kepadaku, pastilah hati kita saling terkoneksi untuk sama-sama mencari, melabuhkan rindu itu dalam sebuah peristiwa yang disebut pertemuan.

Kau sedang apa sekarang?
Ah, aku bisa gila lama-lama jika selalu merindukanmu.
Setiap saat, bahkan ketika pertama membuka mata, namamu selalu kusebut dan wajahmu selalu ku ingat.
Kau jahat karena selalu berputar-putar didalam kepalaku.
Ah, tapi tak apa! segala sesuatu yang kau lakukan selalu indah dimataku. apapun itu, seperti yang selalu saja aku katakan, takkan pernah buruk, walaupun itu menyakiti hatiku.

Sebenarnya, bagaimana dirimu, bli?
Kau tahu, bahkan kau sangat mengerti,
namun mengapa rindu ini hanya bisa berlalu begitu saja tanpa bisa berlabuh?


Aku selalu berharap bahwa kau bukan hanya sekedar mimpi, bukan hanya sekedar kata yang selalu ku goreskan dalam setiap tulisanku.
Jauh daripada itu, aku berharap bahwa aku akan menjadi seseorang yang selalu kau baca.
Seperti kertas yang tak berguna bila tanpa pena.
Dan kau adalah pena yang selalu aku rindukan...






Ketika aku merindukanmu,


Irma Arnika NW