Jumat, 03 Oktober 2014

First Impression - Ketika Aku Melihatmu



First Impression
Ketika Aku Melihatmu

                        Waktu terus berjalan seakan tak peduli dengan harapan yang masih memanggil-manggil untuk terpenuhi. Matahari tetap melaksanakan tugasnya untuk menerangi dunia, pun dengan angin yang masih setia membelai setiap insan yang sedang melewati hari-harinya. Terlihat diatas sebuah dahan yang kurus, sepasang burung merpati sedang memadu kasihnya, membuatku tersenyum melihatnya.
                        Memory itu berputar kembali, menitik beratkan pada seorang lelaki yang telah menggoreskan sebuah rasa yang aneh dihatiku. Ia telah membuka sebuah pintu baja yang telah ku tutup dan kubuang kuncinya entah kemana.  Namun ia seperti tukang reparasi, yang siap sedia membuat duplikat kunci itu kapanpun aku mau. Dia, laki-laki yang aku temui beberapa minggu yang lalu saat acara kampus.
“Maaf kak, toilet deket disini dimana ya? Aku males ke toilet jurusan” tanyaku saat itu.
“Maba ya? Toiletnya di sebelah kanan Sekber ya dik” ucapnya seraya menyunggingkan senyum yang membuatku tak bisa melupakan lengkungannya hingga saat ini.
“Iya kak, makasih ya”
“Sama-sama dik”
                        Sejak percakapan singkat dan tak penting itu, aku selalu memikirkannya. Aku selalu teringat senyumnya yang menawan ditambah sepasang lesung pipi yang menyempurnakan kerupawanannya. Setiap hari setelah malam itu aku selalu mencari tahu tentang dirinya. Bahkan ketika aku berpapasan dengannya, aku tak kuasa menahan rona dipipiku, walaupun aku sadar ia takkan pernah tahu semuanya.
                        Selalu aku berharap, sedetik saja ia mengingat tentang pertemuan kami yang singkat itu. Namun mengapa setiap kami berpapasan ia tak pernah menoleh kearahku? Bodohnya aku selalu mentapnya hingga tak sadar dengan keadaan disekelilingku. Apakah ini cinta? Ah ya, cinta yang bertepuk sebelah tangan, dan parahnya aku hanya si Screet Admier yang tak berani melakukan apapun untuk cintaku, aku terlalu pengecut untuk memulai terlebih dahulu. Bisa sajakan aku mulai menyapanya setiap kali kami berpapasan? Namun kenyataannya, ketika kami berpapasan aku hanya bisa diam terpaku menatap kepergiannya.
“Kamu jangan cuma berani liat dia dari jauh aja dong Wis, kapan mau kenalnya kalo cuma jadi Screet Admier kayak gini? Nanti dia disamber orang duluan loh!” ucap Sita dengan menggebu-gebu. Ya, aku tahu bukan maksudnya meremehkanku, namun dia berusaha menyemangatiku agar mau mengubah mainsetku dalam mengagumi lelaki itu.
“Aduh Ta, bukannya aku gak mau. Aku pingin banget malah, tapi apa aku berani? Apa dia gak akan Ilfeel kalo aku nyapa dia duluan? Ah, gak deh aku takut” Balasku dengan ucapan penuh keraguan.
“Ya, terserah sih. Tapi jangan nangis kalo besok tiba-tiba dia gandeng perempuan lain” ancam Sita yang sukses membuat khayalanku berkelana kehal-hal yang tak pernah aku impikan tersebut.
“Hah? Jangan dong! Aku masih pingin bebas naksir sama dia tanpa mikirin dia punya pacar atau enggak. Emang sih aku egois, tapi selama aku belum tahu dia udah ada yang punya atau belum, gak apa-apa kali ya aku menghayal bisa jadi pacarnya? Hahaha” jawabku sambil berusaha mencairkan kegundahan hati yang tiba-tiba saja menyerangku.

                                                                        ***
                        Hal yang selama ini aku takutkan akhirnya terjadi. Kabar yang tak pernah ingin aku dengar sampai juga ketelingaku. Kau tahu? Sakit rasanya ketika orang yang selalu kau harapkan mengisi kekosongan hatimu telah mengisi hati orang lain. Rasanya seperti tertusuk sebilah belati yang tajam, menghujam tepat dijantungku. Apa aku terlalu berlebihan menyukai seseorang? Padahal logikanya kita tak pernah salah dalam mencintai seseorang.
                        Ia telah dimiliki oleh perempuan yang beruntung itu. Awalnya aku hanya mendengar selentingan-selentingan yang aku anggap hanya angin lalu. Namun, ketika aku menuju tempat parkir yang akhir-akhir ini menjadi tempat favoritku untuk mengintainya, aku menemukannya tengah bergandengan tangan dengan perempuan itu. Tak sengaja aku mendengar percakapannya yang semakin meremukkan hatiku.
“Aku sayang kamu bi” ucapnya jelas
“Aku juga sayang kamu bi” balas perempuan itu.
                        Dadaku terasa sesak. Air mata terus mendesak ingin keluar dari sarangnya. Berusaha kutahan sekuat aku bisa agar tak tumpah didepannya. Saat ia pergi, semuanya luluh bersamaan dengan luka dihatiku. aku memang bukan siapa-siapa untuknya. Ya, aku mengerti. Namun rasa ini sudah dipuncak dan tak terbendung. Aku telah membiarkannya berkembang padahal aku tahu resiko yang akan aku hadapi.
                        Pertemuan pertama dengannya telah membawa kesan yang mendalam untuk hidupku. Walaupun ia tak pernah tahu tentang perasaanku, aku sangat bahagia bisa mencintainya. Cukup bagiku dengan melihatnya dari jauh tanpa bisa menyentuhnya. Aku tak pernah menyesal mencintainya. Dia tetaplah lelaki yang kupuja, lelaki yang telah membuat hari-hariku lebih berwarna. Harapan itu hingga kini masih ada, aku selalu berharap ia tahu tentang perasaanku, cukup itu jika aku tak bisa memilikinya.

END


Cerpen By: Irma Arnika

Tidak ada komentar:

Posting Komentar