Sabtu, 20 Januari 2018

Cerita Tentang Pengakuan

Jujur tentang sesuatu yang terpendam adalah hal sulit untuk dilakukan. Terlebih bila kejujuran itu menyangkut perasaan yang sekiranya tidak akan mungkin menemukan jawaban.
Ada satu titik dimana jujur adalah hal yang tidak perlu dilakukan, namun masih ada banyak titik yang menjadi alasan kenapa harus jujur.

Pasrah..
Aku pasrahkan semua perasaan pada hari itu. Bagimana cerita tentang menunggu..
Bertahun-tahun memendam perasaan pada seseorang yang amat ku cintai, tentu dalam ketidakjujuran.
Diam-diam, selama beberapa tahun aku mulai memperhatikannya, mengikuti semua kemauannya bahkan memeluknya dalam doa-doa yang selalu aku panjatkan.
Disuatu ketika, saat perasaan itu memuncak, tatkala dengan spontan dia memelukku erat pada hari ulang tahunnya. Aku orang pertama yang memberinya ucapan selamat pada pukul setengah satu pagi, secara langsung, berada disampingnya.
Sejak saat itulah, aku mengumpulkan serpihan-serpihan perasaan yang ku hancurkan sendiri, dulunya berharap memang benar akan hancur.
Sayangnya, Tuhan selalu punya rencana dibalik doa dan penantian.

20 Januari 2017
Titik awal dimana kami saling berdiam diri, berpikir tentang sebuah hubungan.
Aku dengan keberanian untuk mengungkapkan perasaanku padanya, bermodal nekat, tak berpikir kodrat.
Dia, dengan keras kepalanya, selalu mengatakan dirinya bodoh karena menyia-nyiakan wanita sepertiku, menggantungku bertahun-tahun dalam hubungan yang tak pasti.
Meski kami sama-sama tahu, saat itu tidak mungkin bersama, terlalu jauh untuk tiba-tiba menjadi dekat.


Kala itu, diatas pasir pantai coklat yang tertutup gelapnya malam. Dengan dress berwarna merah terang, aku mengalahkan malam dan meruntuhkan hatiku sendiri. Berusaha berani, seberani warna baju yang ku gunakan.
Ombang bergulung, menghantam bibir pantai, menyapu pasir-pasir kecil ketengah pantai. Dalam dekapan angin, aku memulai semuanya. Mencertiakan bagaimana rasaku selama ini. Aku tahu, bukan tidak mungkin kau tidak merasakannya.
Ada tetes air mata yang jatuh dari mataku, sedih, malu, kecewa dan bahagia menjadi satu. Aku tidak perlu berpura-pura tidak mencintaimu.
Apapun jawabanmu, itu hakmu. Bagaimana reaksimu, itu pilihanmu. Semua ada ditaganmu, aku hany bertugas menyampaikan.


Pada tanggal itu, semua berakhir. Penantianku berakhir namun tidak dengan doa-doa yang selalu aku panjatkan
Pada tanggal itu, semua berawal. Perasaan yang sebenarnya kau miliki dari dulu, akhirnya benar-benar muncul.

Kadang.. Manusia tidak mau jujur dengan apa yang dirasa. Memilih diam dan memendam bukanlah hal yang tepat.
Siapapun, perempuan atau laki-laki, sebelum tuhan membuatmu terlambat, sebaiknya jujurlah dengan perasaanmu. Semua bisa berubah karena kejujuran. Hal yang tidak mungkin bisa menjadi mungkin krna kejujuran.
Terimakasih untuk waktunya, hari ini tepat setahun aku mengungkapkannya, dan ternyata Tuhan memberikan kita kesempatan untuk bersama. Banyak proses dan hal yang kita lalui selama satu tahun kebelakang, tidak mudah, sangat sulit bahkan sekedar untuk diceritakan.


Dalam ciuman di keningku untuk yang pertama kalinya darimu..
Aku hanya bisa terdiam, kenapa kau lakukan itu?
Namun setahun kemudian aku tahu jawabannya.

Kamu mencintaiku.


20 Januari 2018
Dengan cinta,

Irma Arnika

Minggu, 14 Januari 2018

Surat dari Pengangguran

Diluar sana, ada sekian banyak orang yang berjuang untuk menghidupi dirinya, dengan penghasilan yang di dapat dari setiap tetes keringat, memerasnya hingga menjadi pundi-pundi rupiah.
Bekerja tak kenal lelah, bahkan mengeluhpun percuma. Hidup memang harus tetap berjalan, dengan cara berjuang dan bertahan, bahkan untuk pekerjaan yang memuakkan, namun hasilnya selalu ditunggu.

Dari sekian banyak orang juga, ada orang-orang yang belum beruntung. Berhari-hari menunggu kepastian, berbulan-bulan mencoba, dan bertahun-tahun gagal. Mereka orang-orang yang kalian sebut sebagai pengangguran. Yang dilihat hanya bangun dan tidur, menghabiskan uang orang tua untuk hal-hal yang tidak jelas. Bahkan, menganggap mereka sebagai orang yang malas.

Perjalanan menempuh pendidikan bertahun, dengan segudang prestasi dan pengalaman, ternyata sama sekali tidak bisa menentukan karir kita. Ada yang sekolah pariwisata tapi kerjanya di perusahaan yang berbeda dengan pariwisata. Ya, begitulah kehidupan mereka berjalan. Berusaha melewati semua kegagalan dengan terus mencoba, lalu menahan emosi pada orang-orang suci yang merasa hidupnya takkan pernah gagal.


Mereka yang belum bekerja karena selalu gagal pada tahap lamaran, gagal lagi pada tahap interview bahkan gagal ketika sudah bekerja, dan kembali menjadi pengangguran, bukanlah orang yang malas!
Mereka adalah orang-orang yang akan berhasil, dan saat ini sedang menghabiskan jatah gagal mereka untuk bekerja.

Dulu ketika masih semangat kuliah, berjuang sepenuh hati, mendalami ilmu-ilmu di kampus dengan baik (karena sadar gajih kita sebulan diperusahaan saja tidak akan cukup membayar biaya kuliah per semster), lalu ikut kegiatan kampus agar punya banyak relasi, toh TIDAK menjamin 100% akan mendapat pekerjaan setelah lulus kuliah.

Saya percaya semua soal takdir. Pekerjan ibarat jodoh yang harus pernah mengalami kegagalan. Sudah PDKT (kirim lamaran), Ketemuan (Interview) eh ternyata gagal jadian (DITOLAK). Sesederhana itu Tuhan menulis skenario untuk umatnya. Sayangnya.. Tidak banyak orang yang peduli, mereka hanya berpaku ada standar "perngangguran adalah orang malas"

Mereka hanya perlu di bantu, tidak harus dengan membantu menempatkan pada perusahaan tertentu, cukup dengan membatu info lowongan, membantu doa dan yang terpenting, bantu yakinkan mereka bahwa pasti ada pekerjaan terbaik yang sedang menanti mereka. Bukan dengan kata-kata "Kok belum kerja? Udah kirim lamaran? Atau.. "Jangan pilih-pilih jadi orang" atau lebih parahnya setiap ketemu ditanya terus "Belum kerja juga?'

Dulu.. Ketika saya berhadapan dengan seorang jobseeker, bahkan berbulan-bulan tanpa penghasilan atau lebel "Karyawan" alam bawah sadar saya langsung merasa bahwa dia kurang usaha.
Lalu, setelah saya mengalami fasenya, saya sadar, bahwa semua adalah proses, lulusan baru adalah calon penerus terbaik, kami hanya belum diberikan kesempatan menggantikan posisi senior. Pada akhirnya, kami juga akan menjadi seperti mereka yang rela berbagi karir secara tidak langusng dengan orang lain