Bli..
Sudah berapa lama sejak kau tahu segalanya?
Sungguh tak pernah terbangkan olehmu, kan?
Ada gadis lancang yang diam-diam menyimpan perasaannya, dalam hingga segalanya terkuak dengan cara yang tak menyenangkan.
Bli..
Sejak perjalanan kita yang terakhir, aku selalu bertanya dalam hati: akankah semua itu adalah awal? Atau hanya akhir dari segala yang telah ku lakukan.
Sayangnya.. Hingga detik inipun aku tak tahu apakah semua ini masih sama atau sudah berakhir.
Kau kini terasa jauh.. Menjauh tak seperti dulu..
Apa yang harus ku lakukan ketika perasaanku masih saja sama.
Kau masih saja datang pertama dalam bangunku, dan pergi paling terakhir dalam tidurku.
Apa yang harus ku lakukan?
Mungkin kau sadar bahwa aku hanyalah gadis naif yang sangat lancang.
Aku bahkan berpikir kau memiliki perasaan yang sama karena perlakuanmu. Itu, membuatku semakin berharap, bli..
Apa yang harus ku lakukan bila kau tiba-tiba menjauh, semakin jauh dan aku semakin merindukanmu?
Haruskah aku yang mencari, lalu menghancurkan gengsi yang semakin tinggi ku bangun?
Haruskah aku menghancurkan tembok pembatas itu demi memelukmu?
Aku sendiri merasa begitu naif
Aku begitu "berharap"
Padahal jelas-jelas kau sama sekali tak menganggapku ada.
Setiap goresan, setiap kata yang ku tulis, setiap suara yang keluar dari bibirku, percayalah bahwa tak mungkin menghindari tentangmu..
Bli..
Bila hanya satu kata yang diberikan kepadaku ketika hari itu tiba,
Aku hanya ingin berkata: MAAF
Menulislah karena kamu suka membaca. Membacalah karya orang lain sebelum orang lain membaca karyamu.
Senin, 29 Februari 2016
Minggu, 21 Februari 2016
Aku Yang Tak Seharusnya Hadir
Bila ada sebuah perasaan yang sulit dijelaskan, maka aku sedang mengalaminya.
Perasaan yang seharusnya tak pernah hadir (lagi)
Perasaan yang begitu menyesakkan karena tak kunjung menemukan pelabuhannya, seperti kapal yang terombang-ambing menunggu karam oleh terjangan ombak.
Arus itu telah bermuara pada luka,
Menyisakan bias-bias rindu tiap kali aku mengingatnya..
Dia.. Lelaki yang takkan pernah menggenggam tanganku.
Hallo.. Apa kabar? Ku harap kau sedang tertawa gembira menyambut harimu yang panjang..
Sebelumnya, maafkan karena aku diam-diam menyimpannya sendiri.
Telah lama, hingga sulit dibedakan apakah ini hanya sekadar suka atau aku telah jatuh cinta, padamu lelaki yang mampu membuatku terdiam hanya dengan tatapanmu.
Mengingatmu, sama halnya seperti candu narkotika, membuatku ketergantungan, efeknya mematikan.
Hahaha.. Maaf, Tapi kau lebih dari itu.
Saat melihatmu tersenyum, mengerutkan dahi karena kebingungan ataupun wajah cemberut aku sangat.. Sangat.. Sangat.. Menyukainya.
Sungguh, tak ada yang bisa menggantikannya hingga coretan ini kubuat.
Mungkin kau tak akan percaya, bahkan takkan mau menerima apa yang ku katakan.
Namun, cobalah mengerti.. Selama ini diam-diam aku telah berjuang untukmu, menikmatinya meski tak seperti yang kubayangkan. Tak apa, aku sungguh bahagia.
Kau selalu menganggapnya bisa, kan? Berusaha menolak dan tak mempercayai apa yang kau rasakan, namun beginilah.. Aku hanya berani menulis tanpa berbicara.
Sekali lagi jangan tanya kenapa, karena akupun tak tahu kenapa.
Aku telah berjalan terlalu jauh mengikutimu hingga aku tak tahu jalan untuk pulang.
Meski pada akhirnya aku harus pulang,
Kepulanganku takkan dibumbui penyesalan.
Perasaan yang seharusnya tak pernah hadir (lagi)
Perasaan yang begitu menyesakkan karena tak kunjung menemukan pelabuhannya, seperti kapal yang terombang-ambing menunggu karam oleh terjangan ombak.
Arus itu telah bermuara pada luka,
Menyisakan bias-bias rindu tiap kali aku mengingatnya..
Dia.. Lelaki yang takkan pernah menggenggam tanganku.
Hallo.. Apa kabar? Ku harap kau sedang tertawa gembira menyambut harimu yang panjang..
Sebelumnya, maafkan karena aku diam-diam menyimpannya sendiri.
Telah lama, hingga sulit dibedakan apakah ini hanya sekadar suka atau aku telah jatuh cinta, padamu lelaki yang mampu membuatku terdiam hanya dengan tatapanmu.
Mengingatmu, sama halnya seperti candu narkotika, membuatku ketergantungan, efeknya mematikan.
Hahaha.. Maaf, Tapi kau lebih dari itu.
Saat melihatmu tersenyum, mengerutkan dahi karena kebingungan ataupun wajah cemberut aku sangat.. Sangat.. Sangat.. Menyukainya.
Sungguh, tak ada yang bisa menggantikannya hingga coretan ini kubuat.
Mungkin kau tak akan percaya, bahkan takkan mau menerima apa yang ku katakan.
Namun, cobalah mengerti.. Selama ini diam-diam aku telah berjuang untukmu, menikmatinya meski tak seperti yang kubayangkan. Tak apa, aku sungguh bahagia.
Kau selalu menganggapnya bisa, kan? Berusaha menolak dan tak mempercayai apa yang kau rasakan, namun beginilah.. Aku hanya berani menulis tanpa berbicara.
Sekali lagi jangan tanya kenapa, karena akupun tak tahu kenapa.
Aku telah berjalan terlalu jauh mengikutimu hingga aku tak tahu jalan untuk pulang.
Meski pada akhirnya aku harus pulang,
Kepulanganku takkan dibumbui penyesalan.
Ada banyak kenangan takkan pernah bisa ku hapus meski aku kehilangan segalanya. Takkan pernah.
Sampai saat inipun masih sulit ku terima karena aku merasa semuanya seperti mimpi.
Masih melekat bagaimana senyumku yang tak pernah pudar saat itu. Sungguh membahagiakan karena tak pernah terpikirkan sekalipun olehku.
Aku tahu ini akan menjadi yang pertama dan terakhir. Terimakasih untuk segalanya, terimakasih untuk kenangannya, terimakasih untuk rindu yang menghampiriku setiap hari, serta mimpi tentangmu yang tak pernah absen mendatangi malamku.
Semoga kau bahagia ❤
Dariku gadis yang hanya mampu melihatmu dari jauh..
Irma Arnika.
Langganan:
Postingan (Atom)